Jakarta,opsjurnal.online
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menjelaskan kronologi yang dialami salah satu UMKM, CV Borneo Aquatic hingga mendapat tagihan Rp 118 juta saat mau ekspor. Biaya itu disebut muncul dari perusahaan pelayaran dan Tempat Penimbunan Sementara (TPS) karena komoditas ekspor sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Bea Cukai menjelaskan dalam kegiatan ekspor impor terdapat istilah Demurrage and Detention (DnD). Itu adalah biaya yang dibebankan perusahaan pelayaran berkaitan dengan biaya sewa kontainer dan biaya timbun.
"Perlu diketahui bahwa angka Rp 118 juta yang ramai diperbincangkan bukan ditagih oleh Bea Cukai, melainkan ditagih oleh perusahaan pelayaran dan TPS. Faktanya Bea Cukai tidak pernah mengeluarkan tagihan tersebut. Untuk kegiatan ekspor yang dilakukan UMKM tersebut, tidak dipungut bea keluar dan pajak ekspor alias Rp 0," tulis Bea Cukai dalam unggahan resmi di Instagram, Kamis (30/11) kemarin.
Kronologinya berawal dari CV Borneo Aquatic yang merupakan UMKM dengan produk batok kelapa dan serat kayu akan ekspor ke Eropa pada 20 September 2023. Dalam prosesnya di lapangan, Bea Cukai menemukan indikasi salah pemberitahuan jumlah atau jenis barang dan kesalahan klasifikasi pos tarif atau HS Code yang berkaitan dengan ketentuan larangan atau pembatasan.
Terkait hal itu, Bea Cukai melakukan pemeriksaan fisik barang melalui uji identifikasi di laboratorium Bea Cukai Jakarta. Dari hasil identifikasi disimpulkan bahwa HS Code dianggap kurang tepat dan harus dilakukan pembatalan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Ketika CV Borneo Aquatic mengajukan permohonan pembatalan PEB, dokumen yang diterima Bea Cukai disebut tidak lengkap sehingga harus di-reject berulang kali. Sampai akhirnya baru dinyatakan lengkap dan benar pada 14 November 2023.
Setelah pembatalan PEB, CV Borneo Aquatic dapat melanjutkan proses ekspornya dengan mengajukan kembali PEB jika biaya-biaya yang timbul pada proses sebelumnya dengan pihak TPS telah selesai. Nah biaya itu diketahui senilai Rp 118 juta.
"Timbulnya biaya sejumlah Rp 118 juta ditagih oleh perusahaan pelayaran dan TPS yang merupakan biaya DnD berkaitan dengan biaya sewa kontainer dan biaya timbun," ucapnya.
Bea Cukai selaku pihak yang menangani ekspor mengaku sudah mengadakan audiensi dengan eksportir dan pihak terkait pada 27 November 2023 untuk mengkomunikasikan terkait jumlah biaya yang timbul.
Pihak eksportir yakni CV Borneo Aquatic, kata Bea Cukai, telah mengajukan keringanan biaya ke pihak pelayaran dan akan mengajukan keringanan biaya-biaya timbun ke pihak Jakarta International Container Terminal (JICT).
"Pada prinsipnya Bea Cukai siap mendukung UMKM dalam kegiatan ekspor melalui Klinik Ekspor yang tersedia di seluruh Kantor Pelayanan/Kantor Wilayah Bea Cukai di Indonesia mulai asistensi hingga bantuan teknis lainnya. Layanan ini gratis, tidak dipungut biaya," tutup Bea Cukai.
Sumber: Detik.com