• Jelajahi

    Copyright © Ops Jurnal
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Terungkapnya Skenario Israel Melakukan Pengusiran Terhadap Palestina

    Jumat, 27 Oktober 2023, Oktober 27, 2023 WIB Last Updated 2023-10-27T04:48:37Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Gaza, opsjurnal.online

    Niat Israel untuk mencaplok sepenuhnya wilayah Jalur Gaza dari Palestina kian kentara. Sebuah thinktank Israel yang memiliki hubungan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan mempromosikan rencana pembersihan etnis secara menyeluruh di Gaza.

    Media advokasi Palestina, Mondoweiss, melaporkan, pada 17 Oktober, alias 10 hari setelah Operasi Badai Al-Aqsa oleh Hamas, Institut Misgav untuk Keamanan Nasional & Strategi Zionis menerbitkan makalah yang menganjurkan “relokasi dan pemukiman akhir seluruh penduduk Gaza.” Laporan tersebut menganjurkan pemanfaatan momen saat ini untuk mencapai tujuan lama Zionis, yakni memindahkan warga Palestina dari tanah bersejarah Palestina. 


    Sejarawan Israel Ilan Pappe mengungkapkan dalam bukunya “The Ethnic Cleansing of Palestine”, upaya tersebut sudah direncanakan sejak pembentukan negara Israel pada 1948. Dokumen-dokumen rapat dari masa-masa itu menunjukkan secara teperinci bagaimana pembersihan etnis Palestina harus dijalankan agar wilayah historis Palestina seluruhnya ditinggali bangsa Yahudi semata.

    Subjudul laporan Institut Misgav

    memperjelas: “Saat ini terdapat kesempatan unik dan langka untuk mengevakuasi seluruh Jalur Gaza melalui koordinasi dengan pemerintah Mesir.”






    Institut Misgav dipimpin oleh mantan penasihat keamanan nasional Netanyahu, Meir Ben Shabbat, yang masih berpengaruh di lingkaran keamanan Israel. Mantan ketua dan rekan pendiri Institut ini termasuk Yoaz Hendel (ketua 2012-19), seorang sayap kanan-tengah yang menjabat sebagai menteri komunikasi pada 2020-22; Moshe Yaalon, mantan Menteri Pertahanan; Moshe Arens, juga mantan menteri pertahanan – dan tokoh politik terkemuka lainnya.


    Ada sejumlah argumen utama dari laporan tersebut, yang disoroti di media sosial. Pertama, terdapat kebutuhan akan rencana yang segera dan layak untuk pemukiman kembali dan rehabilitasi ekonomi seluruh penduduk Arab di Jalur Gaza, yang sejalan dengan kepentingan geopolitik Israel, Mesir, Amerika Serikat dan Arab Saudi.


    Laporan itu menyarankan sejumlah lokasi pengusiran warga Gaza. Di antaranya, ke Mesir yang saat ini memiliki  10 juta unit apartemen yang tersedia, separuhnya telah dibangun dan separuh lagi sedang dibangun di dekat Kairo. Sejumlah besar apartemen yang sudah dibangun dan kosong di bawah kepemilikan pemerintah dan swasta serta lahan kosong untuk bangunan yang secara total akan mencukupi perumahan untuk sekitar 6 juta penduduk, alias hampir tiga kali lipat total penduduk Gaza yang saat ini jumlahnya sekitar 2,3 juta jiwa.


    Laporan Institut Misgav juga memerinci berapa anggaran yang dibutuhkan Israel untuk memindahkan seluruh warga Gaza ke Mesir. Totalnya, mencapai sekitar 5 miliar hingga 8 miliar dolar AS. 

    Suntikan yang menggembirakan terhadap perekonomian Mesir sebesar ini akan memberikan keuntungan yang sangat besar dan langsung bagi rezim [Presiden Mesir] El-Sisi,” tulis laporan itu.


    Jumlah uang sebesar itu, jika dibandingkan dengan perekonomian Israel, sangatlah kecil. “Tidak ada keraguan bahwa agar rencana ini dapat dilaksanakan, banyak kondisi yang harus ada secara paralel. Saat ini, kondisi tersebut memang ada, dan tidak jelas kapan peluang seperti itu akan muncul lagi, jika memang ada,” tulis Mondoweiss mengutip laporan itu.


    Menurut media itu, tampaknya rencana pembersihan etnis ini didasarkan pada logika yang mirip dengan “Perjanjian Abraham,”. Artinya, rencana tersebut akan melibatkan pemberian sejumlah besar uang kepada rezim di Timur Tengah untuk menghapuskan masalah Palestina. “Namun kali ini, hal ini bukan hanya tentang aneksasi perlahan melalui ‘perdamaian ekonomi’, namun juga advokasi untuk perpindahan penduduk Palestina dari Gaza secara menyeluruh.”


    Media Israel Calcalist juga melaporkan rencana terpisah untuk pembersihan etnis di Gaza yang diedarkan oleh Kementerian Intelijen Israel yang dipimpin oleh Gila Gamliel. Dokumen yang bocor tersebut dilaporkan dibuat untuk sebuah organisasi bernama “Unit untuk Pemukiman – Jalur Gaza” dan tidak dimaksudkan untuk umum.

    Dalam rencana yang diusulkan Kementerian Intelijen, warga Palestina di Gaza akan dipindahkan dari Gaza ke semenanjung Sinai Mesir bagian utara. Dalam laporan tersebut, kementerian tersebut menjelaskan beberapa pilihan yang berbeda mengenai apa yang terjadi setelah invasi ke Gaza dan pilihan yang dianggap “dapat memberikan hasil strategis yang positif dan jangka panjang” adalah pemindahan penduduk Gaza ke Sinai. 


    Langkah ini mencakup tiga langkah: pembentukan kota tenda di barat daya Jalur Gaza; pembangunan koridor kemanusiaan untuk “membantu warga”; dan terakhir, pembangunan kota-kota di Sinai utara. Secara paralel, “zona steril”, selebar beberapa kilometer, akan dibentuk di Mesir, di selatan perbatasan Israel, “sehingga penduduk yang dievakuasi tidak dapat kembali”.


    Selain itu, dokumen tersebut menyerukan kerja sama dengan negara-negara lain sebanyak mungkin sehingga mereka dapat “menyerap” warga Palestina yang telah tercerabut dari Gaza. Di antara negara-negara yang disebutkan sebagai kemungkinan lokasi kedatangan warga Palestina dari Gaza adalah Kanada, negara-negara Eropa seperti Yunani dan Spanyol, dan negara-negara Afrika Utara.


    Ini bukan pertama kalinya usulan pembersihan etnis muncul dari para analis atau bahkan politisi Israel. Di tengah serangan Gaza pada tahun 2014, Moshe Feiglin, yang saat itu menjadi bagian dari Likud dan wakil ketua Knesset, mengirimkan proposal publik berisi tujuh  poin kepada Netanyahu untuk pembersihan etnis di Gaza. Dia mengulangi advokasi genosida pada tahun 2018. Feiglin sekarang menjadi politisi libertarian. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini di Channel 14, Feiglin menyerukan “Dresden” di Gaza, mengacu pada pemboman Dresden pada Perang Dunia II pada bulan Februari 1945, yang menewaskan sekitar 25.000 orang.

    Nakba kedua


    Rencana pembersihan etnis itu bukannya tak terbaca oleh palestina. Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Jumat (13/10/2023). memperingatkan akan adanya bencana Nakba kedua yang dihadapi warga Palestina setelah tentara Israel memerintahkan lebih dari 1 juta orang untuk mengungsi dari Gaza utara.


    “Sepenuhnya menolak pemindahan rakyat kami dari Jalur Gaza karena itu sama saja dengan Nakba kedua bagi rakyat kami,” kata Abbas selepas pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken di ibu kota Yordania, Amman. Abbas merujuk pada peristiwa ketika sekitar 760 ribu warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka selama perang 1948. Sampai saat ini, warga yang diusir itu telah beranak pinak menjadi sekitar tujuh juta jiwa, seluruhnya masih belum dipenuhi haknya untuk pulang ke kampung halaman.


    Sumber: republika.id

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini