opsjurnal.online, Jakarta - Nama Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza, Palestina marak diperbincangkan usai menjadi salah satu bangunan yang menjadi sasaran penyerangan Israel dalam perang dengan Hamas. Bagaimana bisa ada bangunan milik Indonesia di negara tersebut?
Rumah sakit seluas 16.261 m² yang terletak di Bayt Lahiya, Gaza ini merupakan wakaf dari pemerintah Palestina di Gaza. Sementara, dana pembangunan RSI ini sepenuhnya menggunakan donasi rakyat Indonesia bahkan disebut tidak ada campur tangan dana bantuan asing.
Hal ini pula mengapa ada nama Indonesia dalam nama rumah sakit tersebut. Tujuan pemberian nama Indonesia ini juga diselipi harapan agar bisa menjadi bukti silaturahmi jangka panjang antara rakyat Indonesia dan rakyat Palestina.
"Dengan nama dan keberadaan RS ini kita ingin memberi pesan bahwa di tanah Palestina ada aset dan sumbangan dari rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina," demikian keterangan dari laman organisasi sosial kemanusiaan Medical Emergency Rescue Commitee (MER-C).
RSI memulai pembangunannya sejak 14 Mei 2011 dan dilakukan dua tahap pembangunan. Pada akhir April 2012, pembangunan tahap 1 untuk struktur RSI selesai. Pada 1 November 2012, pembangunan tahap 2 RSI untuk pekerjaan Arsitektur dan ME (Mechanical Electrical) dimulai.
Pembangunan pada tahap 2 ini bahkan diawasi dan dikerjakan langsung oleh relawan Indonesia yang tergabung dalam divisi konstruksi MER-C. Pengerjaannya selesai sekitar awal tahun 2014.
Sejarah Pembangunan RS Indonesia di Gaza
Pada 23 Januari 2009, tim MER-C melihat adanya kebutuhan sarana kesehatan khususnya yang berfokus pada trauma dan rehabilitas bagi para korban perang di jalur Gaza. Bersamaan dengan donasi dari Indonesia yang jumlahnya besar maka muncul inisiasi pembangunan rumah sakit.
Tim MER-C melakukan pertemuan dengan Menteri Kesehatan Palestina pada masa itu, dr Bassim Naim. Hingga, rencana yang disampaikan MER-C disambut dengan baik oleh pemerintah setempat.
Kesepakatan tersebut menghasilkan MoU yang ditandatangani oleh dr Joserizal Jurnalis yang mewakili Indonesia dan dr Bassim Naim yang mewakili Gaza.
Sebulan setelahnya, pasca penandatanganan MoU, tim MER-C kembali ke tanah air dan menyampaikan rencana Pembangunan RSI kepada Menteri Kesehatan RI saat itu, dr Siti Fadilah Supari.
Hingga pada bulan Mei 2009, MER-C mendapat surat tanah wakaf untuk pembangunan RSI dari Perdana Menteri (PM) Palestina Ismail Haniya.
Bukan hal yang mudah dalam proses pembangunannya, sebab hampir satu tahun, tim MER-C dan aktivis lain tidak kunjung mendapat izin memasuki jalur Gaza. Bahkan ada yang sempat ditangkap dan ditahan oleh Israel.
Barulah pada Juli 2010, tim MER-C berhasil memasuki jalur Gaza setelah ada tekanan dunia internasional pasca penyerangan sebelumnya. Rencana pembangunan pun berlanjut hingga pembangunan struktur RSI yang dimulai pada 14 Mei 2011 yang turut melibatkan relawan Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, RSI di Gaza ini turut menjadi sasaran penyerangan Israel. Seorang staf organisasi kemanusiaan MER-C mati syahid akibat serangan tersebut.
"Satu staf lokal MER-C yang tengah berada di lokasi, Abu Romzi, syahid akibat serangan ini," demikian keterangan MER-C Indonesia lewat akun Instagram @mercindonesia, Sabtu (7/10/2023).
Serangan tersebut merupakan balasan usai kelompok Hamas meluncurkan serangan ribuan roket ke Israel.
Sumber: detik.com