• Jelajahi

    Copyright © Ops Jurnal
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Skizofrenia Gangguan Jiwa?

    Jumat, 29 September 2023, September 29, 2023 WIB Last Updated 2023-09-29T03:08:25Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Apa Itu Skizofrenia?
    Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, kekacauan dalam berpikir, dan perubahan sikap. Umumnya, pengidap gangguan kesehatan mental ini menunjukkan gejala psikosis, yaitu kesulitan membedakan antara kenyataan dengan pikiran pada diri sendiri.

    Inilah yang membuat banyak orang beranggapan bahwa skizofrenia mirip dengan psikosis. Padahal, keduanya ternyata berbeda. Mudahnya, psikosis hanya salah satu gejala dari beberapa jenis gangguan mental, termasuk skizofrenia.

    Apa Penyebab Orang Terkena Skizofrenia?
    Hingga saat ini, ahli belum dapat memastikan apa yang menjadi penyebab pasti dari skizofrenia. Meski begitu, ada beberapa kondisi yang memiliki kaitan dengan masalah kesehatan mental ini, yaitu: 

    1. Genetik
    Keturunan dari seseorang dengan kondisi skizofrenia memiliki risiko 10 persen lebih tinggi untuk mengalami kondisi serupa. Risiko tersebut meningkat hingga 40 persen ketika kedua orang tua sama-sama mengalami kelainan mental ini. Sementara itu, anak kembar yang salah satunya mengidap skizofrenia akan memiliki risiko hingga 50 persen lebih besar.

    2. Komplikasi kehamilan dan persalinan
    Skizofrenia dapat muncul karena beberapa kondisi yang mungkin terjadi ketika hamil dan dampaknya akan terlihat saat anak lahir. Misalnya, paparan racun dan virus, ibu yang mengidap penyakit diabetes gestasional,

    perdarahan dalam masa kehamilan, dan kekurangan nutrisi. 

    Selain kehamilan, komplikasi yang terjadi ketika persalinan juga dapat menyebabkan seorang anak mengidap kelainan mental ini. Contohnya, berat badan rendah saat lahir, kelahiran prematur, dan asfiksia atau kekurangan oksigen saat lahir.

    3. Faktor kimia pada otak
    Ketidakseimbangan kadar serotonin dan dopamin pada otak dapat menjadi salah satu kondisi yang menyebabkan sekaligus meningkatkan risiko skizofrenia. Keduanya adalah zat kimia yang berfungsi untuk mengirimkan sinyal antara sel otak sebagai bagian dari neurotransmitter.

    Selain itu, pengidap kelainan mental ini juga memiliki perbedaan pada struktur dan fungsi otak ketimbang seseorang yang tidak memiliki masalah kejiwaan. Perbedaan ini termasuk:
    • Ventrikel otak memiliki ukuran yang lebih besar. Ventrikel adalah bagian dalam otak yang berisi cairan.
    • Lobus temporalis memiliki ukuran yang lebih kecil. Ingatan dalam otak manusia berkaitan dengan lobus temporalis.
    • Sel-sel pada otak memiliki koneksi yang lebih sedikit.
    Faktor Risiko Skizofrenia
    Siapa saja bisa mengalami skizofrenia, tetapi kelainan ini lebih rentan terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Selain itu, ada pula beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko masalah kesehatan mental ini, yaitu: 

    • Bentuk struktur otak dan sistem saraf pusat yang tidak normal.
    • Beberapa komplikasi kehamilan dan kelahiran, seperti malnutrisi, kekurangan oksigen atau paparan racun atau virus yang dapat memengaruhi perkembangan otak.
    • Memiliki riwayat keluarga dengan skizofrenia.
    • Kelahiran prematur.
    • Peningkatan aktivasi pada sistem kekebalan tubuh.
    • Ketidakseimbangan kadar serotonin dan dopamin.
    • Mengonsumsi obat yang dapat mengubah pikiran (psikoaktif atau psikotropika) selama masa remaja dan dewasa muda.

    Apa Ciri-ciri Skizofrenia?

    Gejala skizofrenia terbagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Berikut penjelasan untuk setiap kategorinya:

    1. Gejala negatif

    Gejala negatif muncul ketika sifat dan kemampuan yang ada pada orang normal, seperti konsentrasi, pola tidur normal, dan motivasi hidup menghilang. Selain itu, gejala negatif juga termasuk ketidakmauan seseorang bersosialisasi dan merasa tidak nyaman saat bersama orang lain. 

    Ciri khas orang yang mengidap gejala skizofrenia negatif yaitu terlihat apatis dan buruk secara emosi, tidak peduli terhadap penampilan diri sendiri, dan menarik diri dari pergaulan. Gejala negatif sendiri bisa berlangsung selama beberapa tahun sebelum muncul gejala awal dan cenderung memburuk seiring waktu.

    2. Gejala positif

    • Kemudian, gejala positif yang termasuk perubahan pada perilaku dan pola pikir pengidapnya. Ini termasuk: 
    1. Halusinasi, kondisi ketika pengidap mengalami sesuatu yang sebenarnya tidak nyata. Halusinasi pendengaran adalah jenis yang paling sering terjadi pada pengidap skizofrenia. Misalnya mendengar bisikan tertentu.
    2. Delusi atau waham, kondisi ketika pengidap sangat yakin pada suatu hal yang berkebalikan dengan realita. Misalnya, perasaan seperti diawasi atau disakiti.
    3. Kekacauan pola pikir, termasuk sulit berkonsentrasi yang membuat pengidap kesulitan berkomunikasi dan mengingat. 
    4. Kekacauan perilaku, yang muncul dengan gejala khas berupa gerak tubuh atau kondisi motorik abnormal. 
    • Sementara itu, gejala awal dari skizofrenia yang bisa kamu perhatikan, antara lain: 
    1. Perasaan yang mudah tersinggung atau tegang.
    2. Kesulitan berkonsentrasi.
    3. Kesulitan tidur.

    Saat penyakit berlanjut, pengidap mungkin memiliki masalah dengan pemikiran, emosi, dan perilaku, termasuk:

    1. Mendengar atau melihat hal-hal yang tidak ada (halusinasi).
    2. Isolasi diri.
    3. Mengurangi emosi dalam nada suara atau ekspresi wajah.
    4. Masalah dengan pemahaman dan pengambilan keputusan.
    5. Masalah memperhatikan dan menindaklanjuti aktivitas.
    6. Keyakinan yang dipegang kuat pada sesuatu hal yang tidak nyata (delusi).
    7. Berbicara dengan cara yang tidak masuk akal.
    Diagnosis Skizofrenia
    Guna mendapatkan diagnosis yang akurat, dokter akan melakukan beberapa tahapan pemeriksaan. Ini termasuk wawancara, pemeriksaan kondisi fisik, mental, dan tes penunjang. 

    Ketika melakukan tes wawancara, dokter mungkin mengajukan beberapa pertanyaan berikut: 

    1. Histori kondisi kejiwaan dan fisik pengidap dan keluarga.
    2. Riwayat ketika pengidap masih dalam kandungan dan kondisi masa kecil.
    3. Ada atau tidak kondisi traumatis selama hidup. 
    4. Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan zat.
    Sesuai dengan The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders atau DSM-5 Edisi ke 5, dokter akan mendiagnosis seseorang dengan kondisi skizofrenia jika menunjukkan beberapa kondisi berikut ini. 

    1. Pengidap menunjukkan setidaknya dua dari beberapa gejala khas berikut: 
    2. Halusinasi.
    3. Delusi.
    4. Berbicara dan perilaku yang kacau.
    5. Ada gejala negatif. 

    Setidaknya, salah satu dari dua gejala yang harus ada adalah halusinasi, berbicara kacau, dan delusi. 
    1. Gejala yang muncul telah mengganggu aktivitas, sekolah, pekerjaan, hingga hubungan sosial pengidap.
    2. Gejala setidaknya telah berlangsung selama 6 bulan. 
    3. Keluhan yang muncul tidak terjadi karena masalah kejiwaan lainnya, seperti penyalahgunaan obat terlarang atau bipolar. 

    Selain itu, dokter juga merekomendasikan beberapa tes pendukung dengan tujuan untuk mengesampingkan potensi gejala karena kondisi medis lainnya. Pemeriksaan ini termasuk:

    1. Pemeriksaan darah lengkap.
    2. Tes fungsi ginjal, hati, dan tiroid.
    3. Pemeriksaan kadar gula darah, asam folat, elektrolit, vitamin D, kalsium, dan vitamin B12.
    4. Pengujian sampel urine guna mendeteksi penyalahgunaan zat terlarang. 
    5. Pemeriksaan kehamilan jika pengidap adalah wanita dengan usia subur. 
    6. CT scan otak atau MRI guna mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada otak. Misalnya, vaskulitis, tumor otak, abses, dan hematoma subdural yang menjadi basis munculnya skizofrenia. 

    Pengobatan Skizofrenia
    Hingga kini, masih belum ada pengobatan yang efektif dan dapat menyembuhkan skizofrenia. Penanganan medis bertujuan untuk mengurangi dan mengontrol gejala yang muncul. 

    Namun, pengidap perlu melakukan kontrol secara berkala sehingga dokter bisa mengetahui tingkat efektivitas obat, memberikan dosis yang sesuai, dan melakukan antisipasi terhadap efek samping obat. Adapun pilihan penanganan medis yang dapat membantu mengatasi skizofrenia antara lain: 

    1. Obat
    Guna mengatasi delusi dan halusinasi, dokter dapat memberikan obat antipsikotik, baik berupa injeksi maupun oral. Obat tersebut dapat membantu mengurangi gejala delusi, sulit berkonsentrasi, halusinasi, hingga perasaan cemas dan bersalah berlebihan. 
    Dengan demikian, pengidap memiliki kapabilitas, kualitas hidup, dan hubungan sosial dengan orang lain yang lebih baik. Akan tetapi, pengidap harus tetap mengonsumsi obat ini seumur hidup meski gejala telah berkurang, bahkan membaik. 

    2. Psikoterapi
    Selanjutnya, psikoterapi dengan tujuan agar pengidap dapat mengontrol gejala yang muncul. Biasanya, dokter akan menggabungkan terapi dengan obat. Adapun jenis psikoterapi yang menjadi rekomendasi termasuk: 

    • Terapi individu yang bertujuan untuk mengajarkan pada keluarga dan teman bagaimana cara berinteraksi dengan pengidap. Salah satu caranya mengerti apa yang menjadi perilaku dan pola pikir pengidap. 
    • Terapi perilaku kognitif, dengan tujuan utama untuk mengubah pola pikir dan perilaku pengidap, membantu pengidap mengerti apa yang menjadi pemicu delusi dan halusinasi, serta mengajarkan cara tepat mengatasinya. 
    • Terapi remediasi kognitif, yang memiliki tujuan untuk melatih pangidap agar dapat mengerti kondisi lingkungan sekitarnya. Pilihan terapi ini juga membantu meningkatkan kapabilitas pengidap dalam mengingat atau memahami sesuatu serta mengontrol pola pemikirannya. 

    3. Terapi elektrokonvulsi
    Jenis terapi ini berupa mengalirkan listrik kecil pada otak guna memicu terjadinya kejang singkat yang masih dapat terkendali. Terapi satu ini menjadi rekomendasi jika obat tidak memberikan hasil yang efektif. 
    Mulanya, dokter akan memberikan bius pada pengidap, lalu memasang elektroda pada kepala pengidap. Selanjutnya, dokter akan mengalirkan arus listrik bermuatan ringan dari elektroda guna memicu kejang. 

    4. Transcranial magnetic stimulation (TMS)
    Terakhir, pengobatan dengan metode Transcranial magnetic stimulation atau TMS. Ini adalah terapi dengan mengalirkan gelombang elektromagnetik menuju otak. Prosedur awalnya, dokter akan melekatkan alat khusus yang dapat mengalirkan gelombang ke kepala pengidap tanpa memerlukan pembedahan. 


    Apa Saja Bahaya Skizofrenia?
    Bila tidak mendapatkan penanganan, skizofrenia bisa berujung pada berbagai masalah serius yang dapat memengaruhi setiap aspek kehidupan pengidapnya. Adapun komplikasi yang bisa terjadi atau ada kaitannya dengan skizofrenia, antara lain:
    1. Bunuh diri, upaya bunuh diri, atau pikiran untuk bunuh diri.
    2. Gangguan kecemasan dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).
    3. Depresi.
    4. Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan lain, termasuk nikotin.
    5. Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah.
    6. Masalah keuangan dan potensi menjadi tunawisma.
    7. Isolasi sosial.
    8. Masalah kesehatan dan medis.
    9. Perilaku agresif, meskipun jarang terjadi.

    Pencegahan Skizofrenia
    Hingga kini, belum ada cara pencegahan skizofrenia yang pasti dan efektif. Meski begitu, diagnosis maupun penanganan sedini mungkin bisa membantu mencegah terjadinya perburukan gejala dan kondisi yang lebih serius lagi. 

    Tidak hanya itu, keluarga, kerabat, pasangan, dan teman juga setidaknya mengetahui cara mengenali gejala kelainan mental ini sejak dini. Misalnya, pengidap mengalami halusinasi maupun delusi serta mengenali apa saja yang meningkatkan risiko kondisi ini. Dengan demikian, interaksi sosial dan komunikasi dengan pengidap akan lebih optimal. 


    Kapan Harus ke Dokter?

    Segeralah temui dokter, psikiatri, atau psikolog bila mengalami gejala-gejala tadi atau tanda lainnya, seperti: 

    1. Mendengarkan suara yang menyuruh menyakiti diri sendiri atau orang lain.
    2. Memiliki dorongan untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
    3. Merasa takut atau kewalahan.
    4. Melihat hal-hal yang tidak nyata.
    5. Merasa bahwa tidak dapat menjaga diri sendiri.

    Sumber: Halodoc.com
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini