Minggu 16 03 2025
  • Jelajahi

    Copyright © 2025 Ops Jurnal
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Investasi Vs Penipuan di Mata Hukum

    Rabu, 20 September 2023, September 20, 2023 WIB Last Updated 2023-09-20T02:42:40Z
    masukkan script iklan disini

    Opsjurnal.onlineJakarta - Investasi bisa membuat sektor ekonomi menggeliat. Namun ada juga yang menjadikan investasi sebagai kedok penipuan. Bagaimana membedakannya di mata hukum?

    Berikut pertanyaan pembaca:


    Perkenalkan nama saya Y. Saya diajak teman saya yang mengaku sebagai leader investasi. Barang yang dijual adalah susu dan sosis.

    Perdus harganya Rp 1.100.000, degn keuntungan perdusnya Rp 200.000-Rp 300.00 perdus dan pencairan per 3 minggu atau 1 bulan. Saya sudah sekitar 5 kali melakukan pencairan.


    Di pencairan ke 6 mengalami masalah. Pencairan sempat tertunda selama 1 bulan tapi saya memakluminya. Di bulan selanjutnya yang seharusnya pencairan saya dapat info bahwa dari pusat atau owner tidak dapat memberikan laba dan hanya mengembalikan modal dengan alasan barang banyak mangkrak di swalayan dan tidak laku. Dengan berat hati saya menyetujuinya dan mereka berjanji akan mengembalikan modal saya sebesar Rp 24 juta dalam 2 minggu lagi.

    Tapi sampai di hari H ternyata tidak dikembalikan dengan alasan uang Rp 24 juta sudah setimpal dengan laba yang telah saya terima selama proses investasi.

    Saya meminta tanggungjawab kepada teman saya tapi dia tidak mau bertanggung jawab dengan alasan dia juga tertipu oleh owner dan saya telah menerima laba Rp 24 juta, sudah sesuai dengan modal yang dilarikan.

    Apakah saya bisa menuntut teman saya ke jalur hukum?

    Tapi yang sangat disayangkan saya tidak memiliki perjanjian investasi, hanya memiliki catatn tertulis dari teman saya bahwa saya berinvestasi Rp 24 juta. Dan saya memiliki bukti chat bahwa teman saya berjanji mengembalikan modal saya.


    Mohon solusinya


    Y

    Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.


    Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Safril Nurhalimi, S.H., M.H. Berikut jawabannya:

    Terkait dengan permasalahan/pertanyaan hukum yang anda tanyakan kepada kami, maka kami akan memberikan pandangan hukum atas permasalahan yang anda hadapi dari sisi hukum dan maupun peraturan lain yang terkait berdasarkan informasi dan kronologis kejadian peristiwanya yang telah kami terima dari anda Pengertian investasi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan karena investasi merupakan kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara memasukkan uang atau modal dengan tujuan memperoleh keuntungan di kemudian hari.


    Sehingga dalam berinvestasi diperlukan suatu perjanjian tertulis agar menjadi bukti adanya suatu produk hukum.

    Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan Pasal 1320 KUH Perdata mengatur 4(empat) syarat sah perjanjian yaitu:


    1. Kesepakatan para pihak

    2. Kecakapan para pihak

    3. Mengenai suatu hal tertentu

    4. Sebab yang halal


    Sedangkan Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan:


    "Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya".


    Apabila dalam suatu perjanjian tidak sesuai dengan kesepakatan maka disebut sebagai cidera janji (wanprestasi). Mengutip dari Yahya Harahap:

    "Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian. Perjanjian yang dibuat tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya".


    Bentuk-bentuk daripada wanprestasi pada umumnya adalah sebagai berikut:


    1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;

    2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu;

    3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan

    4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

    Pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi tersebut bisa menuntut pemenuhan perjanjian seperti pembatalan perjanjian atau meminta ganti kerugian pada pihak yang melakukan wanprestasi.


    Akan tetapi, perbuatan dikualifikasikan sebagai Wanprestasi patut untuk dilakukan upaya-upaya iktikad baik oleh Saudara. Upaya iktikad baik tersebut adalah dengan memberikan peringatan. Memberikan peringatan kepada rekan bisnis Saudara, dengan cara melayangkan surat peringatan atau surat perintah (atau biasa disebut "Somasi") untuk menjalankan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan Pasal 1238 KUHPer, yang menyatakan:


    "Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan."

    Konsep perjanjian pada dasarnya adalah hubungan keperdataan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (B.W.). Apabila orang yang berjanji tidak memenuhi janji yang telah ditentukan, maka berdasarkan Pasal 1365 B.W., orang tersebut dapat disebut telah melakukan wanprestasi atau cidera janji. Namun,pada praktiknya, ada orang-orang yang dilaporkan ke Polisi karena tidak memenuhi janji yang telah ditentukan.

    masukkan script iklan disini

    Umumnya, pihak pelapor merasa bahwa orang tersebut telah menipu karena janji yang harus dilaksanakan ternyata tidak dipenuhi, padahal korban telah menyerahkan barang dan/atau uang kepada orang tersebut. Kondisi ini menimbulkan permasalahan hukum kapan seseorang yang tidak memenuhi sebuah perjanjian dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi, sehingga penyelesaian perkaranya harus dilakukan secara perdata, dan kapan orang tersebut dapat dikatakan telah melakukan penipuan yang penyelesaian perkaranya dilakukan secara pidana.

    Pendapat Mahkamah Agung Atas permasalahan tersebut, MA telah konsisten berpendapat bahwa apabila seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian, di mana perjanjian tersebut dibuat secara sah dan tidak didasari itikad buruk, maka perbuatan tersebut bukanlah sebuah penipuan, namun masalah keperdataan, Dari putusan-putusan tersebut terlihat bahwa pada dasarnya, suatu perkara yang diawali dengan adanya hubungan keperdataan, seperti perjanjian, dan perbuatan yang menyebabkan perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan terjadi setelah perjanjian tersebut dibuat, maka perkara tersebut adalah perkara perdata dan bukan perkara pidana. Namun demikian tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan.


    Apabila perjanjian tersebut dibuat dengan didasari itikad buruk/tidak baik niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi,tetapi tindak pidana penipuan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau masalah keperdataan harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas itikad buruk / tidak baik atau tidak.

    Alat Bukti

    Alat Bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan , di mana dengan alat -alat bukti tersebut , dapat di pergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa. Alat bukti ialah upaya pembuktian melalui alai-alat yang diperkenankan untuk dipakai membuktikan dalil-dalil atau dalam perkara pidana dakwaan disidang pengadilan, misalnya keterangan terdakwa, kesaksian, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan termasuk persangkaan dan sumpah.


    Menurut UU No.1 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 184 (1) ada disebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah:

    1. Keterangan Saksi;

    2. Keterangan Ahli;

    3. Surat;

    4. Petunjuk;

    5. Keterangan Terdakwa.


    Menurut hukum acara perdata pasal 164 HIR/ 284 RBg terdapat 5 (lima) macam alat bukti, sebagai berikut:


    1. Alat bukti tertulis (surat),

    2. Alat bukti saksi,

    3. Persangkaan,

    4. Pengakuan,

    5. Sumpah.


    Fungsi barang bukti dapat menunjang alat bukti, sehingga menyebabkan keabsahan barang bukti yang turut menentukan keabsahan alat bukti.


    Berkenaan dengan tahapan untuk mendapatkan barang bukti yang menurut KUHAP dalam tahap penyitaan, ditentukan agar penyitaan bertanggungjawab atas keselamatan dan keamanan barang bukti.

    Fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan, yaitu:


    1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah

    2. Mencari dan menemukan kebenaran materill atass perkara sidang yang ditangani

    3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah, maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum

    Kesimpulan

    Dalam kasus ini bukti yang dimiliki anda di antaranya:

    1. anda hanya memiliki catatan tertulis dari teman yang menerangkan bahwa anda telah berinvestasi Rp 24 juta dengan perjanjian pemberian keuntungan.


    2. anda memiliki bukti chat bahwa teman berjanji berjanji mengembalikan modal modal (Chat ketika pencairan tertunda di pencairan ke 6)


    3. anda memiliki bukti transaksi melalui bank Mobile.


    Anda berhak sebagai korban untuk menempuh jalur hukum baik secara pidana (selama memenuhi unsur-unsur dalam delik pidana) maupun secara perdata (gugatan wanprestasi) dengan bukti-bukti tulisan/chat yang anda miliki tersebut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.



    Safril Nurhalimi, S.H., M.H.

    Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham


    Sumber: detik.com

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini